Sabtu, 15 November 2008

Palawija sumber Rizkiku

Dengan berjualan palawija, mampu membeli rumah seharga Rp 130 juta, rumah petak 2 pintu Rp 180 juta dan mobil angkot.

Beberapa pembeli yang sudah menjadi pelanggannya, tampak sibuk memilih berbagai macam palawija (singkong, umbi-umbian, kacang-kacangan, buah-buah untuk rujak dll). Dalam sehari setelah lebaran mba Par (27), mampu menjual singkong dan jenis umbi-umbian ini masing-masing 2 kwintal. Namun untuk hari-hari biasa ia mengaku mampu menjual jenis umbi-umbian ini sampai 2,5-3 kwital per hari.

Ia memulai dagang palawija tahun 2000, dengan modal Rp 250 ribu dan tekad untuk berdagang. Sebelum berdagang sendiri, awalnya hanya membantu kakaknya yang berjualan sayur. Profesi sebagai pembantu rumah tangga selama kurang lebih 1tahun, menjadi pelayan warteg pun pernah ia jalani.

Dilihat dari tempat berjualannya memang kurang meyakinkan. Memang benar apa kata pepatah, jangan melihat sesuatu dari luar saja, tetapi lihatlah sesuatu sampai kedalamnya. Dari tempat berukuran 2 x 3, panghasilan yang ia peroleh berkisar antara Rp 2,5 juta – Rp 3 juta per hari. Ia mulai berdagang dari jam 3 pagi sampai jam 11 siang.

Ia tidak hanya berdagang di pasar Pondok Labu, namun memasok ke supermarket yang ada di sekitar temapat tinggalnya. Untuk di supermarket, setiap hari ia memasok kacang merah sebanyak 20 kg dengan harga per kilo Rp 14 ribu. Untuk kacang tanah 25 kg harga per kilo Rp 5 ribu.

Selain jenis umbi-umbian, untuk jenis dagangan yang lainnya pun tidak kalah laris ia pasarkan. Misalnya buah untuk rujak, jambu merah terjual 40 kg dengan harga per kilo Rp 5 ribu, kedondong 30 kg harga per kilo Rp 4 ribu, dan mangga dan nanas pun hampir sama, bisa terjual sampai 40 kg - 50 kg.

Ketika berjualan di pasar dan belanja ke Pasar Induk Jakarta, ditemani suami tercinta M. Rohan (31). Sebenarnya banyak tengkulak ingin mengantarkan berbagai macam jenis palawija ke tempat dagangannya. Tapi ia menolaknya, karena menurutnya tidak bisa memilih barang yang bagus dan tidak. Selain itu juga tidak ingin mengecewakan pelanggan dengan berjualan palawija dengan kwalitas jelek.

Menurut pengakuannya kunci keberhasilan dalam berdagang palawija ini, selain barangnya berkwalitas bagus, kejujuran harus dipegang. Karena dengan kejujuran bisa mempertahankan pelanggan. Pelayang yang baik, ramah, dan sopan pun ia berikan kepada pelanggannya, supaya ketika berbelanja tidak ada ketegangan.

Ia memutuskan berjualan palawija, karena saat itu belum ada yang berjualan palawija di pasar Pondok Labu. Jadi ia berpikir tidak ada saingan. Dan ternyata keputusan untuk berjualan palawija ini, memang tepat. Saat ini dari panghasilannya sudah mampu membeli rumah seharga Rp 130 juta, mobil angkot yang di sewakan kepada orang dengan sistem setoran tiap hari Rp 100 ribu. Dan belum lama ini, membeli rumah petak dua pintu di daerah Cinere, Jakarta seharga Rp 180 juta, dan di kontrakan dengan biaya sewa Rp 500 ribu per bulan.

Semua itu tidak ia peroleh degan mudah. Kendala yang sering dialami adalah ketika sedang berdagang tiba-tiba ada pamong praja / tramtib datang. Padahal dagangan belum habis, tapi sudah harus menutupnya. Dan tidak jarang pasar tempat ia jualan, tidak boleh digunakan, dengan alasan jalan raya yang kebetulan berada di depan pasar tersebut akan digunakan sebagai akses jalan para orang-orang penting di negeri ini.

Tapi hal tersebut tidak menyurutkan niatnya untuk tetap berjalan di pasar pondok labu, karena di sini sudah menjadi ladang panghasilanku, “paparnya dengan semangat.

Bumbu Dapur

Lain mb Par, lain juga usaha yang dijalankan oleh Ari (34). Ia berjualan sejak tahun 2002. ketertarikanya berjualan bumbu dapur ini, ia berpikir “dari pada tetangga minta terus ketika akan memasak kenapa tidak dijual saja”. Dari kejadian tersebut akhirnya ia mulai membungkus berbagai macam bumbu dapur dalam plastik ukuran 1/2kg. dan ia memberi harga per plastik Rp 1000.

Semakin hari permintaan tetangganya makin bertambah, selain dijual sendiri di depan rumahnya, ia juga menitipkan ke warung-warung yang ada disekitar rumahnya. Ari merupakan pencetus utama penjual bumbu dapur yang dibungkus pkastik. Karena biasanya yang terlihat diwarung-warung, dibiarkan saja disatu tempat, kalau ada pembeli yang beli baru dibungkuskan.

Tidak hanya sampai disitu saja berkah yang diperoleh Ari dari berjualan bumbu dapur. Pada tahun 2004, ada seorang yang datang dari Jakarta, sebut saj anamanya Ali (47) untuk membeli berbagai macam bumbu dapur dengan jumlah yang sangat besar. Tidak lama kemudian Ali datang lagi, dan mengajak untuk bekerja sama. Tiap tiga hari datang dan Ali menyiapkan berbagai jenis bumbu dapur yang siap untuk dibawa Ali.

Tidak tanggung-tanggung setiap Ali datang, barang yang disediakan mencapai berkwital-kwintal. Misalnya kunyit, jahe, lengkuas, serai, masing-masing 1,5 kwintal. Ari bisa mendapatkan semua barang tersebut, selain dari hasil kebunnya, ia juga membeli ke tetangganya yang memang menanam jenis bumbu dapur ini.

Ari membeli jahe dengan harga Rp 1500/kg, kunyit Rp 700/kg, lengkuas Rp 900/kg, dan serai Rp 1000/kg. dari modal tersebut ia bisa memperoleh untung 2-3 kalilipat dari masing-masing jenis.

Dari keuntungan yang ia peroleh, akhirnya memutuskan untuk menjualnya sendiri ke Jakarta. Seperti yang terjadi pada mba Par, Ari pun mulai memasok bumbu dapur tersebut ke supermarket.